Tidakada kesetaraan gender dalam basic ajaran Islam. Yang ada adalah konsep keadilan terhadap hak-hak perempuan atau setidaknya meringankan misogini bangsa Arab. Apa ayat Alkitab yang berbicara mengenai kesantaian? Pengkhotbah 12:12. Lagipula, anakku, waspadalah! Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan
Gender equality is still an interesting issue to be discussed today. Most people, especially those living in various regions in Indonesia, still misinterpret this. Gender equality is seen as an act that puts women first. In Christian circles, this thought is caused by Christian leaders in the past who gave teachings about gender who had unfair treatment between men and women. To provide a solution to these problems, the author uses qualitative research with the literature study method. The author finds that, gender is a characteristic that can be exchanged between each other and can be shared by both. Allah distinguishes the sexes but does not differentiate between the roles of the two. Thus, PAK plays a vital role in building gender understanding in the family and community, especially in the field of education, and in the field of education. AbstrakKesetaraan gender masih menjadi isu menarik untuk diperbincangkan hingga saat ini. Sebagian besar masyarakat khususnya yang tinggal di berbagai wilayah di Indonesia, masih salah mengartikan hal tersebut. Kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan menomorsatukan perempuan. Dalam lingkungan Kristen, pemikiran ini disebabkan karena adanya para tokoh Kristen di masa lalu yang memberikan ajaran tentang gender yang membuahkan perlakuan tidak adil antara laki-laki dengan perempuan. Untuk memberi solusi permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka. Penulis menemukan bahwa, gender adalah sebuah karakteristik yang dapat saling dipertukarkan antara satu sama lain dan dapat dimiliki oleh keduanya. Allah membedakan jenis kelamin manusia tetapi tidak membedakan peran antara keduanya. Dengan demikian, PAK berperan penting untuk membangun pemahaman kesetaraan gender di dalam lingkungan keluarga, masyarakat khususnya di bidang pendidikan, dan di gereja. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 160 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 Didaché Journal of Christian Education Vol. 2, No. 2 2021 160–174 e-ISSN 2722-8584 Published by Sekolah Tinggi Teologi Simpson Ungaran DOI Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya Bagi Pendidikan Agama Kristen Yunardi Kristian Zega Universitas Kristen Indonesia email yunardichristian Abstract Gender equality is still an interesting issue to be discussed today. Most people, especially those living in various regions in Indonesia, still misinterpret this. Gender equality is seen as an act that puts women first. In Christian circles, this thought is caused by Christian leaders in the past who gave teachings about gender who had unfair treatment between men and women. To provide a solution to these problems, the author uses qualitative research with the literature study method. The author finds that, gender is a characteristic that can be exchanged between each other and can be shared by both. Allah distinguishes the sexes but does not differentiate between the roles of the two. Thus, PAK plays a vital role in building gender understanding in the family and community, especially in the field of education, and in the field of education. Keywords bible; gender; Christian education Abstrak Kesetaraan gender masih menjadi isu menarik untuk diperbincangkan hingga saat ini. Sebagian besar masyarakat khususnya yang tinggal di berbagai wilayah di Indonesia, masih salah mengartikan hal tersebut. Kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan menomorsatukan perempuan. Dalam lingkungan Kristen, pemikiran ini disebabkan karena adanya para tokoh Kristen di masa lalu yang memberikan ajaran tentang gender yang membuahkan perlakuan tidak adil antara laki-laki dengan perempuan. Untuk memberi solusi permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka. Penulis menemukan bahwa, gender adalah sebuah karakteristik yang dapat saling dipertukarkan antara satu sama lain dan dapat dimiliki oleh keduanya. Allah membedakan jenis kelamin manusia tetapi tidak membedakan peran antara keduanya. Dengan demikian, PAK berperan penting untuk membangun pemahaman kesetaraan gender di dalam lingkungan keluarga, masyarakat khususnya di bidang pendidikan, dan di gereja. Kata kunci Alkitab; gender; pendidikan agama Kristen This is an open access article under the CC BY-SA license Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 161 Pendahuluan Kesetaraan gender masih menjadi sebuah isu yang menarik untuk diperbincangkan hingga saat ini. Perbincangan tentang kesetaraan gender di Indonesia sudah ada sejak tahun 1990-an. Hal ini ditandai dengan adanya ge-rakan feminisme di Indonesia yang menuntut agar kaum perempuan menda-patkan hak-hak yang sama di lingkungan masyarakat Gunawan, 2017. Walau-pun demikian, sebagian besar orang khususnya yang tinggal di berbagai wilayah desa di Indonesia, masih salah mengartikan hal tersebut. Kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan dan keinginan untuk menomorsatukan perempuan yang ada di berbagai belahan dunia Fauziah, Mulyana, & Raharjo, 2015. Karena masih adanya pemahaman masyarakat yang seperti itu, masyarakat sadar atau tidak sadar membuat suatu perlakuan yang tidak adil terhadap kaum perem-puan, dimana kaum perempuan dianggap sebagai orang yang lemah, perlu dike-sampingkan dan dinomorduakan peran dan fungsinya di kehidupan bermasya-rakat. Dengan demikian, peran yang kaitannya dengan urusan publik diambil alih oleh kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan hanya diberikan peran yang berurusan dengan rumah tangga. Beberapa tokoh terkenal di dalam Kekristenan di masa lalu juga pernah mengungkapkan pendapatnya mengenai hal kesetaraan gender di lingkungan masyarakat. Dalam menyatakan pendapat, mereka sering menggunakan Alkitab sebagai pendukung tafsirannya tersebut. Adapun beberapa tokoh Kekristenan tersebut, sebagai berikut 1 Johanes Calvin mengatakan, perempuan diciptakan lebih rendah dari laki-laki, sehingga perempuan memiliki peran nomor dua dalam hal menentukan fungsinya dalam kehidupan masyarakat, terlebih dalam urusan kepemimpinan publik Murfi, 2014; 2 Thomas Aquinas mengatakan, perempuan adalah manusia yang diciptakan dari laki-laki yang cacat dan me-miliki kekurangan; 3 Immanuel Kant berpendapat, perempuan memiliki pera-saan kuat, cantik, anggun, lemah-lembut, dan sebagainya, namun perempuan kurang dalam aspek kognitif yang berkaitan dengan nalar, sehingga perempuan tidak dapat untuk memutuskan tindakan moral yang tepat. Oleh karena itu, perempuan tidak layak untuk mengambil peran yang lebih luas di dalam ling-kungan masyarakat Kania, 2012. Berdasarkan pendapat tokoh-tokoh Kristen di atas, sadar atau pun tidak sadar, penafsiran seperti ini membuahkan perlakuan tidak adil antara laki-laki dengan perempuan, khususnya di lingkungan jemaat Kristen. Oleh sebab itu, pe-nulis merasa penting untuk membahas tentang kesetaraan gender dengan mem- 162 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 berikan pemahaman yang baik dan benar dan didasarkan pada ajaran Alkitab. Adapun tujuan penulisan ini, diharapkan ke depannya kesetaraan gender dapat diterapkan dan dilaksanakan dengan adil di dalam lingkungan Kekristenan. Remiswal mengatakan, kesetaraan gender adalah memberikan perlakuan yang adil antara perempuan dengan laki-laki dalam menentukan peran dan fungsinya di tengah lingkungan masyarakat. Perempuan dan laki-laki seharus-nya memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk memperoleh tugas, tanggung jawab, fungsi, dan haknya Remiswal, 2013. Dengan demikian, ke-setaraan gender bukanlah ingin membuat perempuan dapat menyaingi laki-laki dalam mengambil alih tugas, tanggung jawab, fungsi dan haknya, melainkan ialah untuk memberikan keadilan antara laki-laki dan perempuan dalam menen-tukan perannya di kehidupan masyarakat. Jadi, peran para pendidik Kristen sangatlah penting untuk memberikan pemahaman Alkitab yang baik dan benar mengenai kesetaraan gender, baik yang ada di lingkungan keluarga, sekolah, maupun gereja. Metode Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka library research. Dimana penulis, untuk mem-berikan solusi dari permasalahan yang diangkat dengan mengumpulkan berba-gai teori dan informasi dari bahan kepustakaan, seperti buku, kamus, jurnal, Alkitab, tafsiran, media daring, dan sumber-sumber lainnya. Kemudian, sum-ber-sumber tersebut adalah sumber yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan bahan-bahan yang digunakan dari sumber pustaka tersebut ter-diri dari konsep, pendapat, ide, dan gagasan yang telah dipilih oleh penulis berdasarkan kesesuaian terhadap pembahasan Zaluchu, 2021. Hasil dan Pembahasan Perbedaan Gender dengan Jenis Kelamin Sex Gender berasal dari bahasa Inggris, secara etimologi yang artinya jenis kelamin. Namun, dalam arti yang sesungguhnya pengertian gender berbeda dengan jenis kelamin sex secara biologis. Gender menurut terminologi adalah suatu konsep kultural/budaya yang berusaha untuk membuat perbedaan dalam hal peran, prilaku, mentalitas, dan karakteristik antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, gender dapat di- Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 163 definisikan sebagai sebuah harapan masyarakat terhadap laki-laki dan perem-puan dalam menentukan karakteristiknya Rokhmansyah, 2016. Perbedaan gender dan jenis kelamin, yaitu gender merupakan identitas yang didapat dalam proses bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat. Kon-sep gender membedakan laki-laki dan perempuan secara kultural/budaya, di mana laki-laki dianggap rasional, kuat, kekar, dan pemberani, sementara perem-puan emosional, cantik, lemah-lemut dan keibuan. Sifat-sifat yang diberikan ter-sebut tidak permanen, bisa berbeda dan dapat dipertukarkan antara satu sama lain. Sedangkan jenis kelamin merupakan identitas biologis yang bersifat alamiah yang merupakan pemberian dari Tuhan. Jenis kelamin merujuk pada identitas seksual yang bersifat fisik dan genetika. Laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakala, dan memproduksi sperma. Laki-laki dewasa memiliki buah pelir, penis, dan prostate. Susunan kromosom laki-laki adalah XY dan pada saat-saat tertentu memproduksi lebih banyak androgen daripada estrogen. Perempuan memiliki alat reproduksi, rahim, saluran untuk melahirkan, mem-produksi telur, memiliki vagina, dan payudara. Perempuan dewasa memiliki indung telur, uterus, klitoris, dan labia. Susunan kromosom perempuan ialah XX dan pada saat-saat tertentu tubuh mereka memproduksi lebih banyak estrogen dibanding androgen. Organ-organ biologis ini menempel secara permanen pada laki-laki dan perempuan dan tidak dapat saling dipertukarkan antara satu sama lain, terutama dalam hal fungsinya Zubaedah, 2010. Penjelasan di atas juga sejalan dengan yang dikatakan oleh Ruminiati dalam bukunya yang berjudul Sosio Antropologi Pendidikan Suatu Kajian Multikul-tural yang mengatakan, gender merupakan sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi oleh kebudayaan masyarakat. Gender merupakan perbedaan karakteristik yang tampak pada laki-laki dan perempuan berdasar-kan tingkah laku. Misalnya laki-laki kuat, kekar, rasional, dan pemberani, se-dangkan perempuan lemah-lembut, perasaan, dan keibuan Rumiati, 2016. Oleh karena itu, kesetaraan gender bukan ingin mempersalahkan kodrat yang Tuhan telah berikan kepada manusia, tetapi justru mengembalikan kodrat pada pro-porsi dan fungsi sosialnya, supaya dijalankan secara setara dan adil antara laki-laki dan perempuan. Tuhan menciptakan jenis kelamin, sementara manusia yang menciptakan perbedaan gender antara perempuan dengan laki-laki dalam ke-hidupan masyarakat. Dengan demikian, gender merupakan hal yang dapat dipertukarkan karena dikonstruksi oleh sosial budaya Murfi, 2014. 164 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, gender adalah suatu ka-rakteristik sifat pembeda antara laki-laki dan perempuan yang diciptakan oleh lingkungan sosial dan budaya. Misalnya laki-laki kuat, tegas, pemberani, ra-sional, pemimpin, dan sebagainya, sementara perempuan penyayang, perhatian, lemat-lembut, keibuan dan sebagainya. Walaupun demikian, karakteristik ter-sebut tidaklah bersifat kodrat melainkan dapat saling dipertukarkan antar satu sama lain, contohnya perempuan juga dapat menjadi seorang yang rasional, pe-mimpin, dan sebagainya. Sedangkan laki-laki juga dapat mejadi seorang yang lemah-lembut, penyayang, perhatian, dan sebagainya. Oleh sebab itu, seharus-nya karakteristik tersebut haruslah terlepas dari tindakan diskriminasi, karena laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam menentukan peran dan fungsinya di kehidupan masyarakat luas. Peran Gender di Lingkungan Masyarakat Peran gender dapat terbentuk melalui berbagai sistem nilai-nilai adat/bu-daya, pendidikan, agama, politik, ekonomi, dan sebagainya. Peran gender bisa berubah dari waktu ke waktu, situasi, kondisi, dan tempat yang berbeda De Vries, 2006. Pada umumnya, ada 2 aliran yang tersebar di masyarakat luas ten-tang bagaimana cara memahami peran gender yaitu, aliran nature dan nurture. Aliran nature, di mana melihat perbedaan peran gender secara biologis. Misal, laki-laki kuat, kekar/berotot, mempunyai penis, dan sebagainya dan perempuan mempunyai tubuh yang lebih lemah, mengandung, melahirkan, dan menyusui. Untuk itu, peran laki-laki dan perempuan tidak dapat saling dipertukarkan. Se-dangkan aliran nurture berpendapat, peran gender itu dikonstruksi oleh masya-rakat sosial dan dapat saling dipertukarkan oleh keduanya, seperti mencari naf-kah, menjadi pemimpin, menyelesaikan urusan domestik, urusan publik, dan sebagainya Remiswal, 2013. Jadi, dengan adanya perbedaan pemahaman yang dimiliki masyarakat tentang gender tesebut, akan membedakan bagaimana per-lakuan masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan dalam menentukan peran dan fungsinya. Selanjutnya, di dalam kebudayaan patriarkat, masyarakat memposisikan kedudukan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Dengan demikian, laki-laki layak dan harus berada di ruang publik. Kegiatan yang diberikan pada laki-laki di ruang publik berisikan aktivitas seperti keterlibatan di organisasi, struk-tural jabatan yang berkaitan dengan fungsinya sebagai atasan, bawahan, atau anggota kelompok, menjadi pemimpin, dan sebagainya. Sedangkan tugas-tugas Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 165 yang diberikan kepada perempuan, yaitu ruang domestik yang bersifat tertutup, berisikan aktivitas kerumahtanggaan seperti mengurus anak, mengurus dapur, memasak, menyuci, besih-bersih rumah, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam kebudayaan patriarkat laki-laki yang adalah kepala keluarga, jarang untuk me-ngerjakan tugas-tugas dalam mengurus rumah tangga dan anak Herdiansyah, 2016. Dalam keyakinan kaum Yahudi, laki-laki dianggap mempunyai peran yang paling penting daripada perempuan. Ketika laki-laki membuat suatu atur-an/norma, maka itu dianggap sebagai suatu kebenaran. Hal tersebut karena pemahaman orang-orang Yahudi mengenai gender dalam Kitab Perjanjian Lama menganggap bahwa, Allah sebagai Bapa menunjuk pada dominasi laki-laki, sehingga dasar untuk membuat aturan/norma kehidupan harus dari pandangan laki-laki. Dengan demikian, hal ini menciptakan sebuah ketidakadilan gender dalam kehidupan masyarakat yang menggeser perannya kaum perempuan, orang Yahudi menganggap martabat perempuan sama seperti pembantu. Dalam hal hukum waris, anak laki-laki berhak menjadi pewaris utama dari orang tuanya, sementara anak perempuan yang belum berumur 12 tahun, tidak berhak untuk menerima apa pun dari warisan tersebut. Dalam hukum Yahudi kedu-dukan seorang istri dan anak perempuan sangat lemah sekali, semua harta benda istri harus menjadi milik suaminya. Istri tidak berhak memiliki apa-apa selain maskawin yang diberikan kepadanya. Di samping itu, kaum perempuan wajib melakukan semua pekerjaan rumah, baik yang berat maupun ringan harus dikerjakan dengan taat Wibowo, 2015. Di dalam Kekristenan, beberapa tokoh juga mengungkapkan pendapat-nya mengenai peran gender. Salah satunya ialah Martin Luther. Luther masih memberikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam hal memperoleh pendidikan. Namun berbeda dengan Erasmus yang justru sangat prihatin terhadap kebiasaan masyarakat dan peraturan gereja yang sering me-rendahkan perempuan, sehingga dia membuat tanggapan bahwa perempuan se-harusnya memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki. Erasmus mengajar ke-pada warga Kristen supaya berpikir lebih manusiawi terhadap kemanusiaan se-mua perempuan Boehlke, 2018. Di sini dapat dilihat, di dalam Kristenan juga sudah sejak lama, ada tanggapan dan perlakuan yang berbeda dalam menen-tukan peran gender dalam lingkungan masyarakat Kristen. Berdasarkan perbedaan tanggapan dan perlakuan di atas, peran gender akan sangat mempengaruhi kontrol sosial dari masyarakat. Misal seharusnya 166 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 laki-laki memiliki sifat karakteristik lebih kuat dari perempuan, jika ada laki-laki yang lebih lemah dari perempuan, maka pemberlakuan kontrol sosial masya-rakat berlaku kepadanya. Kontrol sosial dari masyarakat bisa positif dan negatif. Kontrol positifnya masyarakat akan membentuknya menjadi pribadi yang lebih kuat dari perempuan, sedangkan kontrol negatifnya masyarakat akan mengejek atau menyindirnya karena dia lebih lemah dari perempuan, dan hal ini pun ber-laku sebaliknya kepada kaum perempuan Herdiansyah, 2016. Oleh karena itu, sangat penting adanya pendidikan yang memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat, sehingga ke depannya tidak ada lagi sikap diskriminasi yang dapat merugikan salah satu gender, khususnya di dalam lingkungan Kekristenan. Perspektif Alkitab tentang Kesetaraan Gender Bila gender ditafsirkan menggunakan Alkitab Perjanjian Lama PL de-ngan melihat siapa manusia yang lebih dulu diciptakan oleh Allah, maka itu ada-lah laki-laki Adam, kemudian Allah menciptakan perempuan Hawa untuk menjadi penolong laki-laki. Dengan demikian, posisi laki-laki dinomorsatukan dan perempuan diperbantukan sebagai nomor dua. Inilah tafsiran patriarkhal yang berabad-abad sudah lama menentukan paham Kekristenan Barth & Barth, 2017. Jones 2012 menjelaskan, berdasarkan fakta di dalam Alkitab laki-laki adalah manusia pertama yang diciptakan, setelah itu Allah menciptakan perem-puan dari tulang rusuk laki-laki untuk menjadi penolong laki-laki. Walaupun de-mikian, maksud Allah menciptakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki, bukan berarti kedudukan perempuan lebih tinggi atau pun lebih rendah. Di da-lam Kejadian 218 menjelaskan, Allah menciptakan perempuan sebagai penolong laki-laki yang sepadan, artinya sepadan bahwa laki-laki dan perempuan sejajar dari segi penciptaan Allah. Jadi, perempuan diciptakan Allah untuk laki-laki bukan sebagai budaknya, melainkan sebagai permaisuri yang sepadan dalam bahasa Ibrani kenegdo yang menunjukkan kepada kesesuaian dan kesamaan. Di dalam Kejadian 126-28 dapat dilihat bahwa, Allah menciptakan manusia, yakni laki-laki dan perempuan secara sejajar. Allah memberkati laki-laki dan perempuan serta memberikan hak dan peran yang sama untuk bertang-gung jawab mengurus segala ciptaan-Nya. Christoph Barth dan Marie-Claire Barth mengatakan, Allah menciptakan manusia bentuk tunggal, kemudian membuat mereka bentuk jamak. Di mana laki-laki disebut dengan kata sifat Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 167 maskulin dan perempuan dengan kata sifat feminim. Hal ini menunjukkan bahwa, tidak ada manusia lain yang diciptakan Allah, selain dari jenis maskulin dan feminim. Baik maskulin dan feminim, keduanya sama-sama merupakan ma-nusia yang mencerminkan gambar Allah serta keduanya juga diberkati dan di-berikan kuasa yang sama oleh Allah di dunia ini Barth & Barth, 2017. Jadi, wa-laupun laki-laki dan perempuan diciptakan Allah dengan jenis yang berbeda secara biologis dan memiliki karakteristiknya masing-masing, namun Allah ti-dak membuat perlakuan yang berbeda terhadap keduanya, melainkan membe-rikan tugas dan tanggungjawab yang setara/seimbang, serta memberkati kedua ciptaannya tersebut. Di dalam kisah perjanjian baru juga menceritakan bahwa, Yesus sangat menentang diskriminasi yang terjadi pada zaman-Nya. Yohanes 82-11 mence-ritakan, ketika orang-orang Yahudi menangkap seorang perempuan yang berzi-nah, kemudian mereka membawanya kepada Yesus dan meminta untuk meng-hukum perempuan tersebut, namun Yesus tidak menuruti permintaan mereka. Dalam kisah tersebut dapat dilihat, orang-orang Yahudi tersebut hanya me-nangkap perempuan yang berzinah tetapi tidak menangkap laki-laki yang ber-zinah. Oleh karena itu, Yesus dengan tegas mengatakan kepada mereka “bagi barang siapa yang merasa tidak berdosa hendaknya ia yang pertama kali me-rajam perempuan ini.” Yoh. 87 Perkataan Yesus ini menunjukkan bahwa, Yesus menentang tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh orang-orang Ya-hudi tersebut. Hal ini dilakukan Yesus karena, Yesus sangat menjunjung tinggi kesetaraan gender. Yesus paham bahwa Allah saja tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan Telnoni, 2020. Oleh karena itu, perlakuan yang tidak adil dan diskriminasi tersebut, hanyalah perbuatan yang dibuat oleh manusia. Adapun ayat-ayat Alkitab yang menjelaskan tentang kesetaraan gender dapat ditemukan dalam Kejadian 3412; Keluaran 217; Imamat 121-5; Ulangan 241-4; Samuel 1825; Nehemia 6 Galatia 328 dan lainnya. Kalau kita dapat memahami ayat-ayat ini dengan baik, kita akan menemukan bahwa ayat-ayat ini memperlihatkan laki-laki dan perempuan dengan status sosial yang sama Telnoni, 2020. Kalintabu 2020 mengatakan, Allah dan Yesus memandang laki-laki dan perempuan tidak ada yang inferior dan superior, melainkan keduanya memiliki derajat yang sama dan memiliki kesempatan yang sama untuk me-nikmati anugerah Allah. Jadi, walaupun laki-laki dan perempuan sederajat, na-mun mereka bukanlah serupa. Karena kesederajatan dan keserupaan adalah dua hal yang berbeda. 168 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 Beberapa contoh tokoh yang ada di dalam Alkitab, di mana perempuan memiliki karakteristik yang seharusnya dimiliki laki-laki seperti kuat, tegas, pe-mimpin, dan pemberani. Begitu pun sebaliknya dengan laki-laki yang memiliki karakteristik yang lemah lembut, penyabar, perhatian, dan penyayang, sebagai berikut Dalam Kitab Hakim-Hakim Pasal 4 menceritakan kisah seorang perem-puan yang bernama Debora. Orang-orang Israel pada masa itu, menghadap De-bora untuk berhakim kepadanya. Debora memiliki karisma yang sangat kuat, ka-rena dia juga adalah seorang nabiah Bruce, 2012. Dalam KBBI, karisma adalah suatu keadaan atau bakat yang luar biasa dalam hal kepemimpinan serta atribut kepemimpinan. Pranoto 2020 mengatakan, pemimpin yang berkarisma memi-liki otoritas dan kemampuan dalam memotivasi para pengikutnya. Di dalam se-bagian budaya masyarakat, karateristik tersebut dituntut agar dimiliki oleh kaum laki-laki saja, akan tetapi karakteristik ini Allah berikan kepada Debora. Di sini dapat dilihat bahwa, Allah tidak membedakan/ memisah-misahkan peran antara laki-laki dan perempuan. Untuk itu, Perem-puan juga bisa menjadi se-orang pemimpin yang kuat, tegas, pemberani, dan bijaksana dalam memberikan keputusan, khususnya di lingkungan publik. Selain Debora masih banyak lagi para tokoh perempuan yang dipakai Allah baik dalam kepemimpinannya mau-pun perannya di lingkungan publik, seperti kisah Miryam seorang perempuan pemberani yang menjadi pemimpin bersama Musa dan Harun, serta memiliki gelar nabiah Kel. 1520, Mik. 64, Hulda adalah seorang perempuan yang mem-punyai gelar nabiah dan sangat dihormati pada zaman Raja Yosia, ia adalah se-orang pemimpin rohani yang sangat disegani dan dihormati pada zaman itu 2 Raj. 2214, 2 Taw. 3422, dan Ester seorang perempuan pemberani yang telah menjadi penyelamat dan pahlawan bagi umat Israel Est. 71-10. Cerita sebaliknya juga dapat dilihat dalam Kejadian pasal 37-45 seorang laki-laki yang bernama Yusuf. Dalam kisah tersebut menceritakan, Yusuf men-dapat perlakukan yang tidak baik dari saudara-saudaranya. Walaupun demi-kian, Yusuf diberikan Allah karakteristik yang lemah lembut, penyabar, perha-tian, penyayang, dan mudah memaafkan terhadap perlakuan saudara-saudara-nya. Karakteristik tersebut seharusnya dimiliki oleh kaum perempuan, namun Yusuf juga memilikinya meskipun dia laki-laki. Selain Yusuf masih banyak lagi laki-laki di dalam Alkitab yang memiliki karakteristik tersebut, seperti cerita Ishak dengan gembala-gembala Gerar yang mengakui sumur kepunyaan Ishak sebagai milik mereka, namun Ishak selalu mengalah, sabar dan tetap rendah hati Kej. 261-31. Kemudian, seorang laiki-laki bernama Yesaya yang memiliki sikap Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 169 yang sangat lembut dan rendah hati Yes. 65. Yesus Kristus yang memiliki karakteristik yang lemah lembut, pengasih, dan penyayang kepada semua orang Mat. 85-7; 1129. Rasul Paulus yang memiliki karakteristik yang rendah hati 1 Kor. 24-5; 158-10; 1 Tim. 115-16, dan masih banyak lagi tokoh Alkitab lainnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, peran gender me-rupakan sebuah karakteristik yang bisa saling dipertukarkan antara laki-laki dengan perempuan dan karakteristik tersebut juga dapat dimiliki oleh kedua-nya. Barth mengatakan, manusia dalam bentuk laki-laki dan perempuan meru-pakan mitra yang sederajat dan hendaknya saling tolong menolong tidak hanya di dalam keluarga, melainkan juga di lingkungan masyarakat publik. Demi-kianlah manusia menurut rencana Allah, Allah membedakan jenis kelamin ma-nusia namun tidak membuat perbedaan peran antara keduanya Barth & Barth, 2017. Oleh karena itu, kesetaraan gender perlu untuk dibangun dalam masya-rakat luas, sehingga laki-laki dan perempuan dapat lebih leluasa untuk mengem-bangkan kemampuan dan potensi yang ada di dalam dirinya, tanpa ada rasa takut karena adanya bayang-bayang dari perbedaan gender yang diciptakan oleh budaya masyarakat. Implikasinya bagi Pendidikan Agama Kristen Pendidikan agama Kristen PAK merupakan suatu pelayanan dalam bidang pendidikan yang memberikan pondasi pengajaran iman Kristen bagi peserta didik melalui keluarga, gereja, dan sekolah Nainggolan & Zega, 2021. Seorang pendidik PAK haruslah menjadikan dasar utama dalam setiap penga-jarannya berdasarkan pengetahuan Alkitab yang baik dan benar, khususnya dalam mengajarkan kesetaraan gender. Murfi 2014 mengatakan, pendidikan agama tentang kesetaraan gender bertujuan untuk memberikan perlakuan yang adil antara perempuan dan laki-laki dalam menentukan perannya, sehingga laki-laki dan perempuan memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk mem-peroleh tugas, tanggung jawab, fungsi dan haknya dalam masyarakat. Oleh karena itu, peran PAK dalam membangun kesetaraan gender sangatlah penting, baik dalam kehidupan berkeluarga, lingkungan pendidikan sekolah, maupun dalam lingkungan gereja. Implikasi Bagi Kehidupan Berkeluarga Dalam membangun kesetaraan gender dalam kehidupan berkeluarga, suami dan istri harus saling bekerjasama dan tolong-menolong membangun 170 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 kehidupan keluarga agar menjadi lebih baik dari sisi keharmonisan keluarga, ekonomi keluarga, serta pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak. Adapun beberapa cara dalam membangun kesetaraan gender dalam kehidupan berkeluarga, antara lain Pertama, dalam mengajarkan PAK keluarga tentang kesetaraan gender, orang tua perlu memiliki pemahaman yang baik dalam me-mahami Alkitab, di mana para orang tua harus paham tentang perbedaan jenis kelamin yang diciptakan oleh Allah dan perbedaan peran gender yang terbentuk dalam budaya masyarakat. Dengan demikian, orang tua dapat mengambil ke-putusan dalam menentukan perilakunya dalam kehidupan berumah tangga, serta dapat mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kesetaraan gender yang berdasarkan kebenaran Alkitab. Kedua, dalam mengambil setiap keputusan di dalam keluarga sebaiknya tidak hanya di dasarkan oleh keputusan dari suami saja. Namun, kepala keluarga suami perlu mengajak istri dan anggota keluarga lainnya untuk sama-sama berunding mencari jalan keluar dari setiap permasalahan yang dihadapi oleh semua anggota keluarga, serta selalu memberi kesempatan kepada istri dan anggota keluarga lainnya untuk mengemukakan pendapat dan mempertim-bangkan setiap pendapat yang telah disampaikan Putri & Lestari, 2015. Ketiga, dalam mengelolah keuangan sebaiknya suami tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah tunggal, melainkan istri juga dapat bekerja untuk menambah penghasilan ekonomi keluarga, seperti banyak perempuan yang bekerja di kantor, di pabrik, berjualan di pasar dan sebagainya, sehingga perempuan tidak hanya mengurusi wilayah domestik saja seperti mengurus rumah tangga, memasak, menyuci, menyapu, dan sebagainya Putri & Lestari, 2015. Keempat, dalam mengasuh anak sebaiknya tidak hanya dibebankan kepada istri saja, melainkan tugas dan tanggungjawab bersama suami-istri. Untuk itu, kedua orang tua harus bekerjasama atau pun saling bergantian untuk mengawasi serta memberikan nasihat kepada anak-anaknya Putri & Lestari, 2015. Kelima, dalam memberikan didikan dan kasih sayang kepada anak-anak, orang tua harus berlaku adil baik perempuan maupun laki-laki harus diberikan didikan dan kasih sayang yang adil tanpa melihat perbedaan jenis kelamin Zega, 2021. Implikasi Bagi Lingkungan Pendidikan Sekolah Dalam membangun kesetaraan gender dalam masyarakat luas khususnya dalam lingkungan pendidikan sekolah. Guru PAK mempunyai peran yang cu- Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 171 kup penting dalam memberikan pemahaman yang baik bagi siswa-siswinya tentang kesetaraan gender, adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh guru PAK dan sekolah, antara lain Pertama, guru PAK perlu membangun sikap sensitif gender. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sepadan. Jadi, tidak ada yang lebih dominan antara gender laki-laki dan perempuan Kej. 218. De-ngan tetap mempertimbangkan nilai-nilai kodrati, penerapan gender dalam pembelajaran di sekolah harus proporsional kepada semua siswa-siswinya Indrapangastuti, 2014. Untuk itu, seorang guru PAK harus memiliki pema-haman yang baik tentang kesetaraan gender. Kedua, perlu merumuskan reorientasi kurikulum pendidikan sekolah alternatif yang sensitif gender, sehingga saling menghormati satu sama lain an-tara laki-laki dan perempuan tanpa melihat perbedaan secara biologis Efendy, 2014. Ketiga, perlu mengimplementasikan program perwujudan kesetaraan hak pendidikan antara anak perempuan dan anak laki-laki dalam berbagai jenjang dan jenis pendidikan Efendy, 2014. Keempat, perlu memberikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam mengaktualisasikan diri dalam proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah Efendy, 2014. Kelima, guru PAK haruslah seorang yang mempunyai keteladan yang baik dalam mewujudkan kesetaraan gender dan tidak bersikap diskriminatif kepada salah satu gender. Keenam, guru PAK harus memiliki sensitifitas terhadap permasalahan gender yang terjadi di lingkungan sekolahnya. Implikasi Bagi Lingkungan Gereja Dalam lingkungan gereja, perempuan juga memiliki hak yang sama dalam melayani Allah. Allah menciptakan jenis kelamin, sementara manusialah yang menciptakan perbedaan gender bagaimana menjadi perempuan dan laki-laki. Oleh sebab itu, lingkungan gereja seharusnya dapat bersikap bijak dalam menyikapi hal tersebut, karena laki-laki dan perempuan adalah makluk ciptaan Allah yang diciptakan setara dan sejajar serta sama-sama telah diberkati Allah. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan agar jemaat memiliki pemahaman mengenai kesetaraan gender yang adil dalam lingkungan gereja, antara lain Pertama, membuat Pendalaman Alkitab PA dengan penafsiran yang baik dan benar dalam memberikan pemahaman tentang kesetaraan gender, khususnya dalam memberikan penafsiran kitab Perjanjian Lama tentang penciptaan laki-laki dan perempuan. 172 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 Kedua, memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perem-puan untuk memajukan pelayanan gereja, misalnya dalam membuat rapat ke-pengurusan gereja perlu melibatkan kaum perempuan serta menghargai dan mempertimbangkan setiap pendapat mereka. Ketiga, Memberikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam mengaktualisasikan diri dalam segala bentuk kegiatan dan aktivitas pelayanan di gereja. Keempat, Memberikan semi-nar kepada para jemaat dan orang-orang Kristen lainnya tentang kesetaraan gen-der di kalangan Kristen, sehingga semakin banyak jemaat Kristen yang mem-punyai pemahaman yang benar mengenai kesetaraan gender, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan gereja. Rekomendasi Penelitian Lanjutan Pengimplementasian kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat Kristen, baik di dalam keluarga, gereja, dan masyarakat luas merupakan hal yang penting untuk diterapkan sehingga tidak muncul perlakuan yang diskri-minatif antara laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya dapat mengembangkan dan mengkaji tentang langkah-langkah apa saja yang dapat ditempuh gereja dalam menghadapi permasalahan-permasalahan menge-nai kesetaraan gender yang masih terjadi hingga saat ini, khususnya di ling-kungan gereja. Pembahasan lanjutan ini akan menarik dalam memperkaya ka-jian-kajian tentang kesetaraan gender yang Alkitabiah. Kesimpulan Gender adalah suatu karakteristik sifat pembeda antara laki-laki dan pe-rempuan yang terbentuk baik dalam lingkungan sosial maupun budaya. Misal-nya laki-laki harus kuat, tegas, pemberani, rasional, pemimpin dan sebagainya, sementara perempuan penyayang, perhatian, lemat-lembut, cengeng, keibuan dan sebagainya. Oleh karena itu, karakteristik tidaklah bersifat kodrat atau dapat saling dipertukarkan antara satu sama lain dan seharusnya karakteristik tersebut terlepas dari tindakan diskriminasi masyarakat. Di dalam Alkitab menjelaskan bahwa gender adalah sebuah karakteristik yang bisa saling dipertukarkan antara satu sama lain dan dapat dimiliki oleh keduanya. Dalam kitab kejadian melihat manusia dalam bentuk laki-laki dan perempuan sebagai mitra yang setingkat dan sederajat yang hendaknya saling tolong-menolong, tidak di keluarga saja, melainkan juga di lingkungan publik. Demikianlah manusia menurut rencana Allah, Allah membedakan jenis kelamin Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 173 manusia tetapi tidak membedakan peran antara keduanya. Dengan demikian, PAK memiliki peran yang penting untuk memberikan kesetaraan gender yang adil baik di dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat khususnya pendidikan sekolah, maupun di lingkungan gereja. Rujukan Barth, C., & Barth, M. C. 2017. Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta BPK Gunung Mulia. Boehlke, R. R. 2018. Sejarah Perkembangan Pikiran & Praktek Pendidikan Agama Kristen Dari Plato Sampai Ignatius Loyola. Jakarta BPK Gunung Mulia. Bruce, F. F. 2012. Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester, Terj. Sijabat. Jakarta Yayasan Komunikasi Bina Kasih. De Vries, D. W. 2006. Gender Bukan Tabu Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi. Bogor Center For International Foresty Research. Efendy, R. 2014. Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan. Jurnal Al-Maiyyah, 72, 142–165. Fauziah, R., Mulyana, N., & Raharjo, S. T. 2015. Pengetahuan Masyarakat Desa Tentang Kesetaraan Gender. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 22. Gunawan, L. 2017. Kesetaraan dan Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Kritik terhadap Gerakan Feminisme. Societas Dei Jurnal Agama Dan Masyarakat, 32, 288. Herdiansyah, H. 2016. Gender Dalam Perspektif Psikologi. Jakarta Salemba Humanika. Indrapangastuti, D. 2014. Praktek dan Problematik Pendidikan Multikultural di SMK. Jurnal Pembangunan Pendidikan Fondasi Dan Aplikasi, 21, 13–25. Jones, H. R. 2012. Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester. Jakarta Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Kalintabu, H. 2020. Kajian Teologis Tentang Perempuan dan Peranannya dalam Pendidikan Agama Kristen Gereja. Jurnal Shanan, 41, 57–72. Kania, D. D. 2012. Isu Gender Sejarah Dan Perkembangannya. Murfi, A. 2014. Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristen. Jurnal Pendidikan Islam, 32, 267. 174 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 Nainggolan, J. P., & Zega, Y. K. 2021. Konsep Kelompok Sel Sebagai Revitalisasi Pendidikan Agama Kristen Dalam Gereja. TELEIOS Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen, 11, 15–29. Pranoto, M. M. 2020. Sisi Gelap Kepemimpinan Pentakostal-Karismatik. GEMA TEOLOGIKA Jurnal Teologi Kontekstual Dan Filsafat Keilahian, 52, 175. Putri, D. P. K., & Lestari, S. 2015. Pembagian Peran Dalam Rumah Tangga Pada Pasangan Suami Istri Jawa. Jurnal Penelitian Humaniora, 161, 72–85. Remiswal. 2013. Menggugah Partisipasi Gender di Lingkugan Komunitas Lokal. Yogyakarta Graha Ilmu. Rokhmansyah, A. 2016. Pengantar Gender dan Feminisme Pemahaman Awal Kritik Sastra Feminisme. Samarinda Penerbit Garudhawaca. Rumiati. 2016. Sosio Antropologi Pendidikan Suatu Kajian Multikultural. Malang Gunung Samudera. Telnoni, B. 2020. Peran Pendidikan Agama Kristen Dalam Membelajarkan Kesetaraan Gender Pada Anak Usia Dini. Jurnal Abdiel Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen Dan Musik Gereja, 42, 167–179. Wibowo, F. 2015. Gender dalam Perspektif Yahudi. Zaluchu, S. E. 2021. Metode Penelitian di dalam Manuskrip Jurnal Ilmiah Keagamaan. Jurnal Teologi Berita Hidup, 32, 249–266. Zega, Y. K. 2021. Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga Upaya Membangun Spiritualitas Remaja Generasi Z. JURNAL LUXNOS, 71, 105–116. Zubaedah, S. 2010. Mengurai Problematika Gender Dan Agama. Jurnal Studi Gender & Anak, 52, 243–260. ... Hal ini disebabkan oleh budaya patriarki yang sudah berlangsung lama yang telah menundukkan perempuan di bawah otoritas laki-laki selama ribuan tahun. Pengejaran kesetaraan gender terus menjadi wacana yang menarik, sebagaimana dibuktikan oleh upaya gerakan feminis Indonesia untuk menuntut persamaan hak bagi perempuan dalam masyarakat Zega, 2021. Di berbagai belahan dunia, gagasan paritas gender dianggap sebagai upaya atau cita-cita yang mengutamakan pemberdayaan perempuan Fauziah, Mulyana, & Raharjo, 2015. ...Fransesco Agnes RanubayaYohanes EndiThe Catholic Church has always provided space to fight for justice and gender equality to fulfill God's mission in the world. Women's lives have changed dramatically over the past quarter century. Progress on gender equality remains limited. The still strong patriarchal culture prolongs the suffering of the helpless and complicates the struggle and change toward justice and gender equality. Discrimination against women is a common problem in almost all occupations, even in most parts of the world. It can be understood that gender is a distinction that is neither biological nor divine nature. The purpose of this study is to raise the theme of gender equality which is discussed based on Church documents, namely Gaudium Et Spes art. 9 and art. 29. This research uses a type of library research, which has the aim of tracing and analyzing data or information about the essence of Gaudium Et Spes Article 9 and Article 29 documents concerning Gender Equality. The contribution of Gaudium Et Spes Art. 9 and Art. 29 is that the similarities between men and women are through the institution of goodwill in the sense that both men and women participate in what the church stands for, which is the struggle to shape human life more humanely. The Catholic Church also stressed that this will take a long time, considering that the fight for gender equality is not easy, especially in a world that is heavily influenced by patriarchy. In addition, this research is useful to open horizons regarding gender equality and everyone, both men and women, realize the differences that exist as God's goodwill. Through this document, the Church strives to think about how gender issues are taken seriously to avoid injustices in public PasangPenting untuk memahami arti kata sepadan karena persoalan di seputar laki-laki dan perempuan, suami dan isteri bukanlah sesuatu yang baru karena telah terjadi sejak kejatuhan manusia dalam dosa sebagaimana dijelaskan dalam Kejadian 3. tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan makna kata "sepadan" dalam Kejadian 218 sebagai pedoman bagi relasi suami-isteri dalam keluarga kristen. Dalam mengkaji topik ini metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan eksegese teks Kejadian 218. Kesimpulan menjadi "sepadan" tidak hanya bergantung pada satu pribadi tertentu saja melainkan memerlukan peranan dari semua aspek yang ada di dalamnya baik sebagai seorang suami laki-laki, perempuan isteri, dan anak-anak sehingga menjadi satu keluarga yang utuh secara khusus dalam konteks sebagai keluarga SetiantoThe issue of Gender does not yet have a common ground. Women are always considered weak and helpless human beings. However, in some ethnic groups in Indonesia, the opposite is true. Men are deemed to have no value to women. This study aims to examine the concept of gender equality from a biblical perspective. As the primary source of teaching authority, the Bible provides a solid picture of gender equality. The research method used is exploratory qualitative. The results of the study state that the Bible consistently discusses the principle of gender equality. Because gender equality is essential, many activists voice this principle in the struggle for human rights. Therefore, viewing humans as the noblest created beings is the basis for this struggle for gender equality. Thus, opportunities and responsibilities in all aspects of life own by all humans and created by agama Kristen berlangsung secara normatif-ritualistik-konvensional dan cenderung membatasi diri pada perubahan serta menunjukkan praksis di zona nyaman. Praksis semacam itu mengindikasikan bahwa kepedulian dan kepekaan dalam dinamika PAK hanyalah menjadi tugas orang-orang tertentu. Kerapuhan praksis PAK semakin terlihat ketika berjumpa pada masa dimana kecekatan, kapasitas dan kualitas menjadi orientasi dalam sistem sosial. PAK harus mampu menghadapi berbagai isu sosial sekaligus berupaya memperkokoh pondasi serta menjadi jawaban atas kebutuhan dan pergumulan hidup orang-orang. Oleh karena itu, PAK harus direkonstruksi secara kontekstual dan inovatif sehingga PAK benar-benar hadir menjadi wahana dimana orang-orang dapat belajar memaknai hidup dan berdampak bagi banyak orang. Dengan metode penelitian deskriptif-analitis, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis berbagai persoalan dalam praktik PAK, baik di sekolah, gereja dan keluarga atau masyarakat, serta menghadirkan rumusan strategi yang kontekstual dan inovatif dalam praksis PAK. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perhatian PAK tidak hanya sebatas di sekolah, masyarakat atau keluarga dan gereja namun lebih luas menjangkau isu-isu sosial lainnya yang melekat dengan tugas dan panggilan PAK. Berbagai permasalahan atau fenomena yang terjadi dalam kaitannya dengan praksis PAK menegaskan pentingnya upaya rekonstruksi strategi PAK yang kontekstual dan inovatif. Rekonstruksi strategi PAK dimaksudkan agar memperkuat bangunan PAK yang rapuh dan tidak adaptif dengan perkembangan dan kemajuan zaman dewasa RinuktiHarls Evan R. SiahaanAgustin Soewitomo PutriThis manuscript is a study considering to the phenomenon of gender discrimination that still occurs in Christianity. The purpose of this study was to construct the idea of gender equality and justice within the framework of Pentecostal Hospitality Theology. The method used in this research was descriptive analysis and constructive argumentative using literature data related to Hospitality Theology, especially, the Pentecostalism’s response to the issue of gender equality and justice. As a result, Hospitality Theology is a theological construction that expresses openness to all differences equally and fairly. In conclusion, Pentecostal Hospitality Theology cannot be separated from the event of the outpouring of the Holy Spirit. It departs from the narrative virtues of the early church which welcomed different and foreign identities in equality and justice. Abstrak. Naskah ini merupakan sebuah kajian yang memperhatikan fenomena diskriminasi gender yang masih terjadi di kekristenan. Tujuan kajian ini adalah mengonstruksi ide kesetaraan dan keadilan gender dalam bingkai Teologi Hospitalitas Pentakostal. Metode dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan argumentatif konstruktif dengan menggunakan data literatur yang terkait dengan Teologi Hospitalitas, khususnya sikap Pentakostalisme terhadap isu kesetaraan dan keadilan gender. Hasilnya, Teologi Hospitalitas merupakan konstruksi teologis yang mengekspresikan keterbukaan pada segala perbedaan secara setara dan berkeadilan. Sebagai kesimpulan, Teologi Hospitalitas Pentakostal tidak dapat dilepaskan dari peristiwa pencurahan Roh Kudus dan berangkat dari virtue naratif jemaat mula-mula yang menyambut identitas berbeda dan asing dalam kesetaraan dan Piter Nainggolan Yunardi YunardiAbstrakKelompok sel di gereja terhadap anak, remaja/pemuda, serta orangtua bertujuan untuk mengajar dan memperlengkapi pelayanan gereja sehingga terjadi multiplikasi. Kelompok sel harus diawali dengan melayani Tuhan, berdoa, dan berada dalam sebuah kesatuan. Kelompok sel merupakan kelompok kecil yang tidak lebih dari 12 orang untuk bertemu secara teratur sebagai sarana agar tiap anggota dapat mempelajari firman Tuhan dan membagikan pengalaman hidup dalam suasana persaudaraan yang akrab dan menyenangkan untuk bertumbuh pada pengenalan akan Yesus Kristus. Perlu adanya kegiatan kelompok sel di gereja karena ibadah yang dilaksanakan pada hari minggu, umumnya tidak akan dapat memenuhi kebutuhan tersebut karena ibadah hari minggu hanya komunikasi satu arah. Oleh karena itu, penulis dalam artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana prinsip kelompok sel sebagai revitalisasi pendidikan agama Kristen di gereja kepada setiap anggota jemaat. Hasil dari penelitian ini adalah kelompok sel dapat menjadi salah satu metode yang ampuh bagi gereja untuk mencapai penyempurnaan orang-orang kudus dalam pekerjaan/pelayanan Tuhan Ef. 413. Kata Kunci Gereja; Kelompok Sel; Pendidikan Agama Kristen; Revitalisasi AbstractCell groups in the church for children, youth/youth, and parents aim to teach and equip church services so that multiplication occurs. The cell group must begin with serving God, praying, and being in oneness. Cell groups are small groups of no more than 12 people to meet regularly as a means so that each member can study God's word and share life experiences in a close and pleasant brotherly atmosphere to grow in the knowledge of Jesus Christ. There is a need for cell group activities in the church because worship held on Sundays, generally will not be able to meet these needs because Sunday worship is only one-way communication. Therefore, the author in this article aims to explain how the principle of cell groups as a revitalization of Christian religious education in the church to every member of the congregation. The result of this research is that cell groups can be a powerful method for the church to achieve the perfection of the saints in God's work/service Eph. 413. Keywords Church; Cell Groups; Christian education; Revitalization Sonny ZaluchuA common problem regarding the method section in the structure of scientific journals is that they are written in general and not typical. A research method must report the procedures the researcher takes to carry out his research. The contents are not the same as the method descriptions in other studies. Therefore, this paper aims to explain the importance of methods in the structure of writing scientific journal articles. In particular, several methods commonly referred to in theological research are presented descriptively and topically. The conclusion obtained is, with the correct understanding of the research method, lecturers or researchers can produce theological research work that can be accounted for its academic validity. Research contribution This paper provides insights to lecturers and researchers in writing and formulating methods in scientific journal papers and contributing material in writing scientific umum mengenai bagian metode di dalam struktur jurnal ilmiah adalah ditulis secara umum dan tidak khas. Padahal, sebuah metode penelitian harus melaporkan prosedur yang ditempuh peneliti untuk menjalankan penelitiannya. Isinya tidak sama dengan penjelasan metode pada penelitian lain. Oleh karena itu paper ini bertujuan menjelaskan tentang pentingnya metode di dalam struktur penulisan artikel jurnal ilmiah. Secara khusus dipaparkan secara deskriptif dan topikal beberapa metode yang umum dirujuk dalam penelitian teologis. Kesimpulan yang diperoleh adalah, dengan pemahaman yang benar tentang metode penelitian, dosen atau peneliti dapat menghasilkan karya penelitian teologis yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya secara akademik. Kontribusi penelitian Paper ini memberikan wawasan kepada dosen dan peneliti di dalam menulis dan merumuskan metode dalam paper jurnal ilmiah dan menyumbang materi dalam penulisan karya TelnoniArtikel ini merupakan upaya memasukan pendidikan agama Kristen dalam membelajarkan kesetaraan gender pada anak sejak usia dini. Kesetaraan gender adalah sebuah kondisi di mana perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama atau setara dan memiliki suatu kondisi yang sama serta mewujudkan hak-hak asasi secara penuh dan memiliki potensinya bagi pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Dalam lingkungan masyarakat, kesetaraan gender masih menjadi sebuah masalah yang tren. Masyarakat pada umumnya memiliki pandangan bahwa laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan. Artinya laki-laki dianggap lebih kuat dari perempuan, sedangkan perempuan adalah kaum yang lemah dan harus tunduk penuh pada laki-laki. Konsep tersebut sudah menjadi hal yang biasa pada masyarakat, walapun kaum perempuan telah memperjuangkan keadilan ini dengan berbagai macam cara tetapi hasilnya masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, pendidikan agama Kristen memiliki peran yang sangat penting dalam membelajarkan kesetaraan gender pada anak sejak usia dini melalui pengajaran pendidikan agama Kristen di lingkungan keluarga, gereja, dan sekolah. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kualitatif yaitu menggunakan kajian-kajian ilmiah dan data kepustakaan yang mengacu sesuai masalah yang akan di kaji dalam artikel ini. Tujuan peran pendidikan agama Kristen dalam membelajarkan penyeteraan gender pada anak sejak usia dini di lingkungan keluarga, gereja, dan sekolah sebagai upaya untuk mengatasi masalah penyetaraan gender yang terjadi dalam lingkungan GunawanThis article with a title The Equality and Distinction Between Man and Woman A Critique to the Feminist Movement", will firstly discuss about the feminist movement comprehensively and afterward itu will discuss about the feminist movement within Christianity, gender-equality issues, as well as the distinction between man and woman from the view of Christian feminism. After these, it will be discussed gender-equality issues and the distinction between man and woman from the perspective of Reformed theology. Then a critique to the feminist movement within Christianity will be discussed. The finding of this article is that the feminist movement within Christianity has indeed grown a better appreciation for the woman, especially in the equality between man and woman wich is a reality. The consequence is the authority of the Bible is accused by this Christian feminist movement. KEYWORDS feminism, Christian feminism, equality, distinction, Reformed Masyarakat Desa tentang Kesetaraan Gender. Isu kesetaraan gender mulai merebak di Indonesia pada tahun 1990-an. Walaupun isu gender telah lama merebak di Indonesia, namun banyak orang yang masih salah mengartikan tentang konsep gender dan kesetaraan gender. Selain gender yang sering disamakan dengan arti seks jenis kelamin, kemudian salah arti lainnya dimana kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan atau keinginan menomorsatukan perempuan yang ada di belahan dunia. Sebuah penelitian pada kelompok perempuan petani pedesaan di Jambi mengungkapkan bahwa pada awalnya masyarakat setempat sangat risih berbicara dengan kesetaraan beranggapan bahwa kesetaraan gender adalah hal yang tidak lazim dibicarakan, terlalu vulgar dan mendukung aliran liberalisasi serta sekularitas. Penulis memandang kesetaraan gender ini dapat dijunjung tinggi melalui perubahan pola pikir masyarakat yang berkembang saat ini. Pola pikir yang positif tentang kesetaraan gender akan membantu mengurangi kasus-kasus ketimpangan gender di Indonesia. Mengubah pola pikir masyarakat tentunya harus didasarkan pada pengetahuan masyarakat di daerah itu sosial khususnya bidang pekerja sosial feminis bertugas untuk mengubah pola pikir dan mengedukasi masyarakat baik kaum laki-laki maupun dari artikel ini bahwa masyarakat khususnya masyarakat pedesaan memerlukan tambahan pengetahuan tentang kesetaraan gender. Pemahaman tentang kesetaraan gender yang positif pada masyarakat memiliki banyak manfaatnya dalam kehidupan terutama untuk mengurangi kasus-kasus ketidakadilan gender dan permasalahan rumah tangga. Adapun yang menjadi dasar bagi pekerja sosial dalam melakukan intervensi ialah pendidikan, umur, dan sumber informasi di suatu daerah atau masyarakat KalintabuAbstrak Peran perempuan pada masa kini bukanlah sesuatu yang tabu untuk diperbincangkan. Tulisan ini memuat kajian tentang perempuan, feminisme, kesamaanesensial laki-laki dan perempuan, pandangan teologis tentang perempuan, dan peranannya dalam pendidikan agama Kristen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Yang bermaksud memahami suatu fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lainlain, secara holistik di dalam gereja. Cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Hasil dari penelitian ini adalah perempuan yang memiliki latar belakang Pendidikan Agama Kristen dapat berperan di dalam gereja sebagai pendeta Pendidikan Agama Kristen, pengajar, diaken, anggota di dalam badan atau komisi Pendidikan Agama Kristen, dan guru Sekolah Minggu. Ilmu pengetahuan tentang Pendidikan Agama Kristen yang dimiliki oleh kaum perempuan adalah anugerah Allah, yang sudahseharusnya untuk dikembangkan dan dipraktikkan di dalam Kunci Perempuan, Pendidikan Agama Kristen GerejaMinggus M. PranotoThis article highlights a critical question why is Pentecostal-Charismatic leadership vulnerable to various scandals? This model of leadership often exposes the dark side of leadership characterized by the issues of money, sex, and power. This study suggests that Pentecostal-Charismatic leaders are often trapped in the model of personalized charismatic leadership that is based on misinterpretation of the doctrine of being Spirit-filled. The method used in this article is that of practical theology relating the framework of socialized charismatic leadership to the theological concept of the church ekklesia as the body of Christ and the fellowship of the Holy Spirit. Abstrak Tulisan ini menyoroti pertanyaan kritis mengapa kepemimpinan Pentakostal-Karismatik rentan terkena berbagai skandal? Model kepemimpinan ini acap kali memunculkan sisi gelap kepemimpinan yang ditandai oleh masalah-masalah keuangan, seksual, dan kekuasaan. Kajian ini mengungkapkan bahwa para pemimpin Pentakostal-Karismatik seringkali terjebak dalam model personalized charismatic leadership yang didasari oleh penafsiran yang keliru atas doktrin being Spirit-filled. Metode tulisan ini termasuk dalam ranah teologi praktis yang mengaitkan kerangka berpikir socialized charismatic leadership dengan konsep teologis tentang gereja ekklesia sebagai tubuh Kristus dan persekutuan Roh IndrapangastutiPendidikan multikultural adalah sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya, dan untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokratik-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama. Melalui pendidikan multikultural peserta didik diharapkan memiliki kompetensi yang baik, bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis, humanisme dan pluralisme di sekolah dan di luar sekolah. Pendidikan multikultural diberikan kepada siswa SMK agar mereka memahami bahwa di dalam lingkungan mereka dan di lingkungan lain terdapat keragaman budaya yang berpengaruh terhadap tingkah laku, sikap, pola pikir manusia sehingga manusia tersebut memiliki cara-cara, kebiasaan, aturan-aturan bahkan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Bila perbedaan itu tidak dapat dipahami dengan baik dan diterima dengan bijaksana, maka konflik akan mudah terjadi baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Penerapan konsep yang sistematis dalam mengatasi praktek dan problematik pembelajaran pendidikan multikultural yang bisa diterapkan di SMK, yaitu a meningkatkan peran seluruh warga sekolah, terutama guru dengan menggunakan panduan lima dimensi pendidikan multikultur dari Banks, b mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam kurikulum ataupun pembelajaran di sekolah dengan menggunakan panduan empat pendekatan pendidikan multikultural dari Banks, dan c meningkatkan peran guru dalam pendidikan multikultural yaitu1 membangun paradigma keberagamaan inklusif di lingkungan sekolah, 2 menghargai keragaman bahasa di sekolah, 3 membangun sikap sensitif gender di sekolah, 4 membangun pemahaman kritis dan empati terhadap ketidakadilan serta perbedaan sosial, 5 membangun sikap anti diskriminasi etnis, 6 menghargai perbedaan kemampuan, dan 7 menghargai perbedaan kunci praktek dan problematik, pendidikan multikultural, SMK Alfian RokhmansyahKritik sastra feminis meletakan teori feminisme menjadi landasan dasar pemikiran. Feminisme muncul sebagai akibat adanya prasangka gender. Prasangka gender ini memandang perempuan sebagai makhluk kelas dua. Pemikiran seperti ini berdasar pada anggapan bahwa laki-laki berbeda dengan perempuan. Laki-laki dianggap lebih berperan dalam berbagai kegiatan, dan mempunyai kepentingan yang lebih besar daripada perempuan. Perbedaan ini tidak hanya tampak secara lahiriah, tetapi juga dalam struktur sosial budaya di masyarakat. Dengan demikian, kritik sastra feminis merupakan kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikan permasalahan ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Contents ISU-ISU GENDER 13 GENDER DAN FEMINISME 37 KRITIK SASTRA BERPERSPEKTIF FEMINIS 63
Absennyanarasi keagamaan arus utama yang lebih ramah LGBTQ turut menjadi alasan Kakay Pamaran, aktivis kesetaraan gender dan pengajar Alkitab asal Filipina, untuk memutuskan menjadi pastor. Pamaran merasa tidak puas dengan interpretasi Alkitab yang seolah terus mengucilkan kelompok LGBTW, padahal relasi dengan Tuhan seharusnya urusan personal.

Masalah gender bukan masalah baru. Masalah perdebatan gender dari para ahli dari waktu ke waktu mewarnai kehidupan manusia menentukan mana yang manusia ciptaan Allah dan mana yang tidak, bukan hanya terdapat antara seluruh makhluk ciptaan Allah tetapi terbawa sampai kepada pribadi manusia baik laki-laki maupun perempuan. Namun Alkitablah yang akan menjadi kunci jawaban bagi setiap pendapat manusia. Sehingga tidak lagi seorang pun mencari jalan untuk menentukan kebenarannya sendiri-sendiri. Sebab Alkitab dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru akan menyatakan kebenaran bahwa baik Laki-laki maupun perempuan adalah setara di hadapan Tuhan sebagai pencipta. Pada pembahasan ini penulis akan melakukan kajian mengenal kesetaraan Gender dalam perspektif Alkitab Pada bab terdahulu penulis telah memaparkan mengenai komunitas masyarakat Arfak secara global yang di dalamnya tercakup mengenai wanita. Adapun tujuan pembahasan dalam bab ini ialah untuk menemukan sebuah landasan biblikal yang merupakan kebenaran hakiki mengenai kesetaraan gender. Namun sebelum melakukan pembahasan secara alkitabiah, penulis akan melakukan kajian singkat berkenaan dengan isu gender yang terus berkembang dewasa ini. Di samping memberikan informasi, pemahaman ini juga guna membandingkan kebenaran yang ada dalam Alkitab. Tentu sebagai orang percaya haruslah mengakui legitimasi Alkitab sebagai otoritas kebenaran tertinggi. Apapun kebenaran yang diajarkan oleh Alkitab haruslah dilakukan secara mutlak sekalipun tembok-tembok budaya sangat menghalangi. Namun perlu dilakukan langkah-langkah dan strategi yang bijak agar tidak melahirkan konfrontasi negatif yang berakhir pada penolakan. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the SetiantoThe issue of Gender does not yet have a common ground. Women are always considered weak and helpless human beings. However, in some ethnic groups in Indonesia, the opposite is true. Men are deemed to have no value to women. This study aims to examine the concept of gender equality from a biblical perspective. As the primary source of teaching authority, the Bible provides a solid picture of gender equality. The research method used is exploratory qualitative. The results of the study state that the Bible consistently discusses the principle of gender equality. Because gender equality is essential, many activists voice this principle in the struggle for human rights. Therefore, viewing humans as the noblest created beings is the basis for this struggle for gender equality. Thus, opportunities and responsibilities in all aspects of life own by all humans and created by Martin SimanjuntakNiken Dewi PMarianus PattoraSetya Hadi NugrohoDalihan Na Tolu is a culture and philosophy of life of the Batak people. It is not only the kinship relationship contained in it but also as a driving force for the life order of the believers. In the Dalihan Na Tolu philosophy there is a relationship that needs to be evaluated in relation to social equality, namely the relationship between Hulahula and Boru. The perspective of Christian faith will complement the philosophy of Dalihan Na Tolu if it is built in the love and sacrifice of Christ, which is ultimately driven by love in the Dalihan Na Tolu philosophy. This study uses a qualitative literature approach, which uses descriptive methods, and analysis-argumentative. descriptive, analysis-interpretative, and argumentation-comparative. With the constructive comparative aid method, this study uses various literature sources, such as books, journal articles, and dissemination on web pages to gain new insights from the text being studied. The conclusion that can be drawn is that the theology of social equality in the perspective of Christian faith should complement the philosophy of Dalihan Na Tolu which centers on the love and sacrifice of Christ. The relationship between hulahula and boru is no longer seen as an order of law which implies a curse but rather as a local wisdom that enriches mission values to introduce the love of Christ through the Dalihan Na Tolu philosophy. Nunuk RinuktiA woman is more often become second-class citizens in terms of leadership. Although age has become the time of emancipation, however, in some sectors of life, a women have not got the right place and in accordance with nature. This also happens in church life. Many of the rules and procedures that the church does not provide flexibility for women to lead. There are many reasons, such as reasons for prohibiting the biblical text, up to a certain cultural reasons, including certain church culture that has not provided the opportunity for women to lead. Therefore, in this Tulsan authors highlight the role of women in the New Testament for the development of women's leadership in the church. Abstrak Perempuan atau wanita lebih sering menjadi warga kelas dua dalam hal kepemimpinan. Walaupun zaman ini telah menjadi zaman emansipasi, namun demikian di beberapa sector kehidupan, perempuan atau wanita belum mendapat tempat yang pas dan sesuai dengan kodratnya. Hal ini juga terjadi di dalam kehidupan bergereja. Banyak peraturan dan tata gereja yang tidak memberikan keleluasan bagi perempuan untuk memimpin. Ada banyak alas an, seperti alas an teks Alkitab yang melarang, sampai alas an budaya tertentu, termasuk budaya gereja tertentu yang belum memberikan kesempatan kepada perempuan untuk memimpin. Oleh karena itu, dalam Tulsan ini penulis menyoroti peranan perempuan dalam Perjanjian Baru demi perkembangan kepemimpinan perempuan di dalam Epistles to the GatiansJames D G DunnDunn, James D. G. The Epistles to the Gatians. London Hendrickson Publishers, IPV New Testament Commentary SeriesG Walter GatianHansenGatian, G. Walter Hansen. The IPV New Testament Commentary Series. Disunting oleh Grant R. Osborne. Downer Grove, IL Intervarsity Press, VIP Application CommentaryM GataiansKnightGataians, M. Knight. The VIP Application Commentary. Grand Rapids Zondervan Publishing House, New Psychology of Women; GenderHilary M LipsLips, Hilary M. A New Psychology of Women; Gender, Culture, and Ethnicity 2003.MckayMcKay, a History of Western Society, Journal Islamia Republika 9 April 2009.

Ketikamereka mengikuti pola yang dianjurkan Tuhan mengenai hidup dan pernikahan, maka Tuhan akan memberkati mereka dan memberikan mereka otoritas untuk menaklukkan bumi. Di keseluruhan Alkitab kita bisa menemukan ayat yang merujuk pada penyatuan kudus antara seorang pria dan istrinya. Dalam kitab Markus, Yesus berkata kepada orang-orang Farisi.

Bersama TPB Disusun oleh JESSICA STEPHANIE MS 140410170066 PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2018 II KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan kasih karunia-Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang tak henti-hentinya penyusun terima, serta petunjuk-Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan serta pengertian bagi penyususn dalam penyusunan makalah yang berjudul "Pandangan Alkitab Tentang Kesetaraan Bagi Penyandang Disabilitas" Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tahapan Persiapan Bersama Dalam makalah ini akan mengulas tentang penyandang disabilitas dan pandangan alkitab terhadap penyandang disabilitas yang mengangkat topik dari Sustainable Development Goals , tujuan nomor 10 yaitu Reduced Inequalities. Atas bantuan, dorongan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moral maupun material, maka segala...

Apakahterdapat dalil mengenai kesetaraan gender dalam Al-Qur'an dan hadits yang shahih? Al-Qur'an secara jelas menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan melalui substansi yang sama yang disebut sebagai nafs wahidatin (Ruh yang Tunggal) (Qur'an 4:1). Ini berarti bahwa Al-Qur'an tidak mendukung narasi penciptaan Adam-Hawa yang
Abstrak Peran perempuan pada masa kini bukanlah sesuatu yang tabu untuk diperbincangkan. Tulisan ini memuat kajian tentang perempuan, feminisme, kesamaanesensial laki-laki dan perempuan, pandangan teologis tentang perempuan, dan peranannya dalam pendidikan agama Kristen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Yang bermaksud memahami suatu fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lainlain, secara holistik di dalam gereja. Cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Hasil dari penelitian ini adalah perempuan yang memiliki latar belakang Pendidikan Agama Kristen dapat berperan di dalam gereja sebagai pendeta Pendidikan Agama Kristen, pengajar, diaken, anggota di dalam badan atau komisi Pendidikan Agama Kristen, dan guru Sekolah Minggu. Ilmu pengetahuan tentang Pendidikan Agama Kristen yang dimiliki oleh kaum perempuan adalah anugerah Allah, yang sudahseharusnya untuk dikembangkan dan dipraktikkan di dalam Kunci Perempuan, Pendidikan Agama Kristen Gereja To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the author.... Surya dan Maknata membahas kajian gender perempuan hanya di dalam 1 Timotius 28-12 Makanata, 2018;Surya et al., 2020. Sedangkan Kalintabu membahas tentang peranan perempuan dalam Pendidikan Agama Kristen Kalintabu, 2020. Dari keempat peneliti sebelumnya, peneliti akan merekonstruksi teologi berbias gender se-bagai respons terhadap isu kesetaraan gender sehingga Kekristenan dapat memberdayakan perempuan secara alkitabiah di dalam pelayanan gerejawi maupun di luar gereja. ...Aya SusantiAdanya ambiguitas dalam denominasi gereja tentang penahbisan pendeta perempuan menyulitkan perempuan menjadi pemimpin gereja. Ini juga mengaplikasikan standar ganda dalam penatalayanan perempuan, baik di dalam maupun di luar gereja. Studi tentang perempuan bertujuan untuk memperbaiki kerusakan dan distorsi yang ada, serta memperhatikan hal-hal yang biasanya diabaikan. Tujuan dari studi ini adalah agar kekristenan bisa memberikan konsep yang sesuai dengan Alkitab dan akurat untuk mendukung pemberdayaan perempuan. Tujuan akhirnya adalah untuk merekonstruksi teologi yang berbias gender sebagai jawaban atas isu kesetaraan gender, sehingga kekristenan bisa memberdayakan perempuan secara Alkitabiah dalam pelayanan gereja maupun di luar gereja.... Kalau kita dapat memahami ayat-ayat ini dengan baik, kita akan menemukan bahwa ayat-ayat ini memperlihatkan laki-laki dan perempuan dengan status sosial yang sama Telnoni, 2020. Kalintabu 2020 1-31. Kemudian, seorang laiki-laki bernama Yesaya yang memiliki sikap yang sangat lembut dan rendah hati Yes. ... Yunardi Kristian ZegaGender equality is still an interesting issue to be discussed today. Most people, especially those living in various regions in Indonesia, still misinterpret this. Gender equality is seen as an act that puts women first. In Christian circles, this thought is caused by Christian leaders in the past who gave teachings about gender who had unfair treatment between men and women. To provide a solution to these problems, the author uses qualitative research with the literature study method. The author finds that, gender is a characteristic that can be exchanged between each other and can be shared by both. Allah distinguishes the sexes but does not differentiate between the roles of the two. Thus, PAK plays a vital role in building gender understanding in the family and community, especially in the field of education, and in the field of education. AbstrakKesetaraan gender masih menjadi isu menarik untuk diperbincangkan hingga saat ini. Sebagian besar masyarakat khususnya yang tinggal di berbagai wilayah di Indonesia, masih salah mengartikan hal tersebut. Kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan menomorsatukan perempuan. Dalam lingkungan Kristen, pemikiran ini disebabkan karena adanya para tokoh Kristen di masa lalu yang memberikan ajaran tentang gender yang membuahkan perlakuan tidak adil antara laki-laki dengan perempuan. Untuk memberi solusi permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka. Penulis menemukan bahwa, gender adalah sebuah karakteristik yang dapat saling dipertukarkan antara satu sama lain dan dapat dimiliki oleh keduanya. Allah membedakan jenis kelamin manusia tetapi tidak membedakan peran antara keduanya. Dengan demikian, PAK berperan penting untuk membangun pemahaman kesetaraan gender di dalam lingkungan keluarga, masyarakat khususnya di bidang pendidikan, dan di SantosaJovita Elizabeth AbrahamAmirrudin ZalukhuGod created male and female in His image Gen. 127. According to the image, it means that there is equality of men and women before God. In life, there are indeed differences in performing functions. The man as the husband becomes the head of the household while the wife becomes the helper. This difference aims for harmony and regularity in the order of life in the family. Recently, a feminist movement has fights for equal rights and opportunities between men and women. This movement is closely related to efforts to fight the domination, exploitation, and repression of an unfair system against women. This movement is closely related to efforts to fight the domination, exploitation, and repression of an unfair system against women. The gender equality movement tries to fight for balance, equality, and equivalence of the roles and/or responsibilities of men and women in things that are not natural, such as rights, opportunities, work relations between men and women. In the family, the wife is the co-heir of grace for a husband. The Apostle Peter warned, “Husbands, live wisely with your wives, as the weaker people! Honour them as co-heirs of the grace of life, that your prayers may not be hindered” 1 Peter 37. This study uses a descriptive qualitative method using a narrative study approach to Titus 2 MibtadinThe presence of Islamist activism in Ngargoyoso encourages the role of places of worship from places of voice of harmony to mouthpieces of intolerance. Sekar Ayu's interfaith women community counters the intolerant narrative. How did Sekar Ayu proclaim peace in Ngargoyoso? The purpose of this study is to determine the role of Sekar Ayu in building peace in Ngargoyoso. This research is a descriptive qualitative research with a sociology of religion approach. Data collection was through direct observation, in-depth interviews, and documentation. Its data analysis uses interactive analysis models including data reduction, data delivery, and conclusions. Sekar Ayu's interfaith women community as a social movement of Ngargoyoso civil society is actively developing a culture of peace. First, Sekar Ayu actively builds communication and dialogue between religious groups and advocates for humanitarian and religious issues at the lower community level based on places of worship. Second, Sekar Ayu became a space for interfaith community encounters with various activities such as places of worship and family gatherings in it with discussions about religious, social, and cultural issues as a form of life dialogue. Third, Sekar Ayu empowers interfaith women to build a mutually beneficial life between religious groups. Fourth, Sekar Ayu's activities are expected to be a dialogue of sustainable life by emphasizing an inclusive, pluralist perspective, by promoting religion as a social SetiantoThe issue of Gender does not yet have a common ground. Women are always considered weak and helpless human beings. However, in some ethnic groups in Indonesia, the opposite is true. Men are deemed to have no value to women. This study aims to examine the concept of gender equality from a biblical perspective. As the primary source of teaching authority, the Bible provides a solid picture of gender equality. The research method used is exploratory qualitative. The results of the study state that the Bible consistently discusses the principle of gender equality. Because gender equality is essential, many activists voice this principle in the struggle for human rights. Therefore, viewing humans as the noblest created beings is the basis for this struggle for gender equality. Thus, opportunities and responsibilities in all aspects of life own by all humans and created by has not been able to resolve any references for this publication.
zI5Git.
  • k85owmdd28.pages.dev/342
  • k85owmdd28.pages.dev/68
  • k85owmdd28.pages.dev/126
  • k85owmdd28.pages.dev/37
  • k85owmdd28.pages.dev/7
  • k85owmdd28.pages.dev/337
  • k85owmdd28.pages.dev/75
  • k85owmdd28.pages.dev/379
  • k85owmdd28.pages.dev/251
  • ayat alkitab tentang kesetaraan gender